“There are three rules for writing the novel. Unfortunately, no one knows what they are.” (W. SOMERSET MAUGHAM)
Sebelum memutuskan untuk memublikasikan sebuah karya, seorang penulis
harus mengetahui faktor pendukung yang paling penting. Di industri mana
pun, untuk menjual suatu produk diperlukan kualitas yang sesuai dengan
keinginan masyarakat. Begitu juga dengan penulis. Dengan memperhatikan
kualitas karyanya maka ia akan berhasil.
Untuk membuat produk yang
marketable, dalam hal ini adalah naskah, ada lima langkah yang bisa kamu ikuti, yaitu:
Step 1: Membaca sebelum menulis. Sebelum menulis
novel, kamu harus banyak membaca terlebih dahulu. Penulis terkenal juga
melakukan hal ini. William Faulkner mengatakan,
“Read, read, read. Read everything—trash, classics, good and bad, and see how they do it.
Baca saja. Kamu akan menyerap banyak informasi, teknik menulis, kosa
kata juga EYD. Lalu, tulislah. Kamu akan tahu jika tulisanmu baik atau
buruk. Kalau belum puas, ulangi langkah-langkah diatas.”
Stephen King menambahkan,
“If you don’t have the time to read, you don’t have the time or the tools to write.”
“Saran terbaik yang bisa saya beri,” kata Nancy Yost, agen
Lowenstein-Yost Associates, “adalah membaca, membaca, dan membaca lebih
banyak lagi. Sangatlah penting untuk membaca karya penulis lain dan
mengetahui buku-buku yang orang lain baca juga. Penulis yang baik adalah
pembaca yang rakus.”
Membaca karya penulis lain membantumu untuk mendapatkan
tools
yang dimaksud, loh. Dengan membaca karya penulis lain, tentunya kamu
akan mendapat pengertian mendalam tentang apa yang terjadi di luar sana,
dan membantu memperbaiki tulisanmu sendiri. Temukan gaya menulisnya,
baca isinya tentang apa, dan teknik yang digunakan dalam mendeskripsikan
tempat, tokoh, cerita juga dialog. Membaca untuk mengerti ‘pasar’ dan
meyakinkan apa yang kamu akan tulis bisa masuk ke dalam kategori
marketable tersebut.
Kadangkala saat kita membaca, kita lupa tujuan membaca buku tersebut untuk apa karena kita hanyut ke dalam cerita.
Mantan executive editor Kent Carroll memberi beberapa tips:
“Ambil buku yang kamu suka lalu bacalah lagi sebentar. Bedahlah buku
tersebut. Amati bagaimana struktur cerita, bagaimana cara penulisnya
bercerita, lalu plotnya juga pelajari. Pay particular attention to how
the book is organized. Pasti kamu bisa belajar banyak dari situ. Tapu,
jangan meniru atau menjiplak. Biarkan tulisanmu mengalir dari hati,
pikiran dan imajinasi.”
Cara kamu membaca juga penting. Banyak-banyaklah membaca, tapi jangan
hanya membaca karya penulis ternama saja, seperti Danielle Steele atau
John Grisham, misalnya. Make sure to be in touch with what’s new.
Bacalah karya penulis baru yang sedang ‘in’. Karya-karya tersebut dan
kekuatan apa yang dimilikinya agar dilirik penerbit.
Selain itu, kamu harus jeli dalam mengetahui selera pembaca. Kamu
juga harus mampu memberi angin segar pada industri penulisan. Tulislah
cerita dengan ide yang belum pernah ada sehingga kamu akan menjadi
trendsetter.
Selain membaca karya penulis baru, kamu juga harus familiar dengan
ciri khas penerbit. Misalnya, Gramedia banyak menerbitkan buku-buku
metropop, Gagasmedia dengan
romance-nya, Bukune dengan
personal literature yang umumnya komedi, juga yang sedang
ngetrend adalah cerita dengan
setting Korea, seperti buku-buku terbitan Penerbit Haru.
Marjorie Braman,
publishing director dari HarperCollins,
menyimpulkan. “Kalau ingin menjadi penulis, hal terbaik yang bisa kamu
lakukan untuk diri sendiri adalah banyak membaca. Kamu jadi tahu tema
yang sedang
in di pasaran, dan bagaimana mengemas karyamu
menjadi sesuatu yang diminati pembaca. Selain itu, dengan banyak membaca
pengetahuanmu akan teknik menulis semakin terbuka lebar.”
Takut jika banyak membaca karya orang lain, maka tulisanmu akan
terpengaruh? Banyak sekali penulis yang menjadi malas untuk membaca
karena hal ini. Jangan ikuti.
Mindset seperti ini akan
menyabotase penulis pemula. Nancy Bereano, mantan editor Firebrand Books
mengatakan “Saat penulis bilang pada saya ‘
Oh, I never read anyone else because I don’t want to be influenced by them,’ saya terbahak. Alasan yang sangat lucu.”
Step 2: Write for the market. Editor berpesan agar penulis
aware akan selera pasar dan menghasilkan karya yang
marketable. Tanpa ada produk komersil, maka tak ada yang bisa dijual. “Naskah yang saya cari harus bernilai komersil,” kata Kate Duffy,
editorial director dari Kensington Publishing Corporation.
Jika ingin karyamu diterbitkan penerbit, coba
browsing website penerbit tersebut. Biasanya mereka mencantumkan daftar genre yang dicari.
Senior editor Jennifer Brehl of Avon Books pun menyetujui hal ini.
“Be familiar with the clichés of your genre before submitting.”
Bagaimana cara menulis buku yang komersil? Editor Ginjer Buchanan
mengatakan, “Kamu tidak akan pernah berhasil jika kamu mengunci dirimu
di kamar. Bacalah majalah kepenulisan. Baca buku-buku dengan genre yang
kamu suka. Pelajari pasar sehingga kamu tahu apa yang sedang terjadi.
Itu adalah teknik dasar, tapi kamu tidak akan kemana-mana jika kamu
tidak memperhatikan hal-hal tersebut.
If you don’t work hard at the business end of your writing, you’re just dooming yourself to disappointment.”
Laura Anne Gilman,
executive editor Roc at Dutton
mengatakan, “Kenalilah pasarmu. Membaca adalah jalan terbaik untuk
mempelajari pasar. Kamu harus menyukai genrenya baru bisa menulis.
Perhatikan genre yang populer, siapa penulisnya, lalu baca bukunya.
Cobalah dan terus berusaha.”
Step 3: Menulis untuk diri sendiri. Langkah ini terlihat kontradiktif dengan
step 2, tapi sebenarnya tidak.
Writing for the market and writing for yourself can co-exist. Penulis komersil mengerti garis penghubungnya dan bisa melakukan keduanya secara bersamaan.
Tulis apa yang kamu suka untuk baca. Jangan pernah takut menulis
genre tertentu. Stephen King dan Dean Koontz merajai pasar horor, tapi
bukan berarti tidak ada slot untuk penulis baru. Begitu juga dengan
genre yang lain.
Jangan pernah berpikir bahwa ada jalan pintas untuk diterbitkan. Misalnya, kamu tidak suka menulis
romance, tapi berhubung pasar
romance itu besar, kamu memaksakan diri menulisnya. Untuk menulis
romance diperlukan
skills khusus dan pengetahuan mendalam. Tidak ada genre yang mudah karena semua sama saja.
Anne Savarese, mantan editor St. Martin’s Press (sekarang dengan
Oxford University Press), mengatakan, “Jujurlah pada diri sendiri dan
tulislah apa yang kamu suka. Jika kamu punya ide, kembangkan menjadi
tulisan dan tulislah sebaik yang kamu bisa. Jangan terpikat untuk
menulis genre yang sedang laku dipasaran tapi kamu tidak suka. Jangan
pernah memaksakan diri, karena hasilnya tidak akan maksimal.”
Agen Evan Marshall menambahkan:
“Don’t try to fake it. Tulislah buku yang benar-benar kamu akan baca.
Write
only the kind of books you love to read and never deviate from that.
Find your niche and stay in it, and believe in yourself. Don’t leave it
just because you get rejected. If you’re really good you will be
published.”
Step 4: Belajar bagaimana menulis.
This seems like such an obvious step, you might be wondering why it’s even included.
Namun langkah ini seringkali tidak disadari oleh sebagian besar
penulis. Kamu adalah pembaca yang rajin dan siap untuk menulis, tetapi
itu saja tidak cukup untuk membawa karyamu ke penerbit.
Mari kita bandingkan penulis dengan mahasiswa kedokteran. Memang benar bahwa mengamati pekerjaan dokter adalah bagian dari
training
mahasiswa kedokteran. Tapi, sebelum mahasiswa itu diperkenankan berada
di rumah sakit atau kamar operasi, ia harus banyak membaca buku teks,
menghadiri kuliah, belajar, belajar dan belajar.
Bisa kamu bayangkan jika seorang mahasiswa kedokteran pada hari
pertamanya dibawa ke ruang operasi, dihadapkan pada berbagai peralatan
kedokteran dan diminta untuk melakukan operasi jantung pada pasien?
Tentu ia tidak mungkin melakukannya.
Menulis novel tidak sama dengan operasi otak, dan tidak ada yang mati jika kamu mengetik
typo
pada naskahmu. Namun intinya adalah belajar untuk menulis tidak terjadi
dalam satu hari, atau instan. Menjadi pembaca yang rakus sangat penting
dalam proses penulisan, tapi ini adalah proses yang terus berjalan, dan
banyak elemen yang harus diperhatikan juga.
Step 5: Polish your product. Banyak penulis
baru bersemangat memikirkan namanya tertera di cover buku yang dijual
di toko buku besar. Lalu, mereka mengirimkan karyanya dengan
terburu-buru ke penerbit. Mengetik kata ‘TAMAT’ bukan berarti seorang
penulis sudah selesai dengan naskahnya.
Banyak penulis mengatakan bahwa mereka memiliki karya terbaik, tetapi
hanya sebagian kecil saja yang benar-benar mengerjakannya dengan
teliti, rapi dan memoles naskah tersebut sebelum dikirim ke penerbit.
Jangan terburu-buru. Diamkan naskahmu sampai beberapa minggu, lalu
bacalah kembali. Jika masih ditemukan kesalahan, kamu bisa
memperbaikinya, memperindahnya dengan menambahkan detil atau mungkin
menghapus yang tidak perlu. Jangan kirim naskah jika belum siap untuk
dipasarkan. Semakin sedikit kesalahan, semakin terlihat profesional
naskah kamu di mata penerbit.
Self-editing is an important part of the polishing process. “Saya percaya bahwa karya yang baik harus melalui proses rewriting,” kata
editorial director John Scognamiglio.
Agen Elizabeth Wales menambahkan. “Kerjakan naskahmu dan perbaiki. Jangan mengirim
draft naskah ke penerbit.”
5 langkah diatas bisa kamu jalankan. Ingatlah contoh mahasiswa
kedokteran diatas. Pikirkan investasi waktu dan biaya yang dikeluarkan
mahasiswa tersebut dalam mempelajari teknik kedokteran. Belilah
buku-buku tutorial menulis, majalah, lalu ikuti workshop menulis dan
bergabunglah dalam komunitas menulis. Semua itu adalah investasi seorang
penulis yang
worth it.
Seperti yang dikatakan agen Evan Marshall, “Sebelum kamu mendekati
agen atau mengirim naskah ke penerbit, pelajari pasar secara mendalam,
dan kuasai tekniknya sebaik mungkin.”
(Disadur dari: Writer’s Digest)
Sumber: http://xposisi.com/2012/03/10/5-langkah-menulis-novel-yang-menjual/