Jangan sampai telat ya
Lyla. Di tempat pertama kita bertemu. Hujan-hujanan. Kutunggu....
Kata-kata Dewo itu seperti pengingat buat Lyla. Itu
kata-kata terakhir Dewo yang ia dengar. Sejak itu Lyla selalu menunggu hujan
setiap hampir senja, di alun-alun kota, tepat di bawah pohon Akasia tua yang
selalu setia menggugurkan daun-daunnya setiap angin berhembus, dengan baju biru
muda pemberian Dewo di hari itu.
Dan hari ini, Lyla masih melakukan hal yang sama. Hari ke
29. Alun-alun masih saja ramai. Sore ini mendung menggantung. Dalam hati Lyla
memohon, hujanlah...hujanlah... Di lirik jam tangannya. Waktu kembali lagi
berlalu dengan cepat. Ah, mengapa waktu tak pernah sekali ini saja menunggu
turun air dari langit?... Lyla merutuk dalam hati.
Mendung seperti mengejek. Tiba-tiba langit barat jingga.
Mata Lyla beredar. Masih belum ada Dewo. Bayangannya pun tidak. Ada yang berat
di mata Lyla. Lalu jatuh ke pipi. Senyum tipis tersimpul di bibirnya. Mungkin
bukan hari ini. Esok, pasti Dewo akan datang.
**
Lyla, kali ini jangan
terlambat lagi ya... kutunggu... jangan lupa ya Lyla...
Lyla terbangun. Mimpi
yang tak pernah berubah. Dewo, apakah hari ini kau akan datang? Lyla tak
berlama-lama. Ia segera bersiap diri, ke tempat biasa.
Sejak sebulan lalu, tak ada yang ia lakukan selain menunggu Dewo
dan hujan. Namun batang hidung lelaki itu pun tak kunjung hadir. Sedang langit
selalu saja mempermainkannya, mendung tapi tak pernah turun hujan.
Tak ada senja yang menjingga kali ini. Lagi-lagi Lyla
mencoba meyakinkan diri, bila bukan kali ini, masih ada esok hari. Malam mulai
mengambil tempat. Lyla bangkit dan berjalan perlahan. Langkah kakinya berhenti
saat bunyi gemuruh menggelegar di langit. Bertalu-talu.
Hujankah? Dewo...! Lyla berputar, mengedarkan pandangannya
ke seluruh penjuru. Satu-satu tetes turun membasahi bumi. Hujan! Lyla
berlari-lari kecil. Menuju gazebo mini di dekat pos informasi.
Mengibas-ngibaskan rambutnya yang sedikit basah. Lalu matanya kembali
menyelusuri seisi alun-alun.
Di manakah kamu, Dewo?
Lyla tak pernah selama ini menunggu. Sesaat sebelum magrib
ia pasti pulang bila tak jua menemukan Dewo. Namun ada yang berbeda kali ini.
Hujan yang turun seolah memberikan keyakinan di hati Lyla, bahwa Dewo pasti
datang. Bukankah itu yang dikatakan Dewo, hujan-hujanan. Selama dua puluh
sembilan hari tidak turun hujan. Ini tandanya.
Jarum jam terus berputar maju. Sudah lewat jam tujuh malam.
Apakah Dewo tak datang lagi? Lyla tertunduk lesu. Menghembuskan nafas
kekecewaan. Ia ingat sebulan yang lalu, untuk kali pertama ia bertemu Dewo,
pria yang dikenalnya di sebuah komunitas menulis. Perkenalan mereka hampir
setengah tahun. Tak ada satu pun hari yang terlewatkan. Walau hanya bertatap
lewat layar monitor atau sesekali saling mendengar suara lewat telepon. Tinggal
di satu kota namun tak pernah mengutarakan keinginan untuk saling bertemu.
Hingga datang hari itu. Pertemuan tak sengaja di alun-alun kota. Ya, barangkali
jodoh mempertemukan mereka. Hanya saling mengenal rupa lewat foto di akun media
sosial.
“Kamu...
benar kamu Lyla?” Lyla hanya terpana menatap pria yang baru saja menubruknya.
Pria bertubuh kurus tinggi dengan kulit agak putih dan sedikit gondrong.
“Dewo?”
ucap Lyla tak percaya. Lyla masih kikuk berhadapan dengan pria yang sudah cukup
dekat dengannya itu.
“Iya...
Ya Tuhan, maafkan aku!” Dewo gelagapan membersihkan tumpahan minuman dingin di
baju Lyla. Karena berjalan mundur sambil ngobrol dengan temannya, ia tidak tahu
ada seorang yang berjalan berlawanan arah.
Dewo mengajaknya ke department
store dan membelikan sebuah atasan sebagai permohonan maaf. Itu hari yang
menggembirakan bagi Lyla. Bagaimanapun, ia sangat bersyukur atas kebetulan yang
indah itu.
Jangan sampai telat ya
Lyla. Di tempat pertama kita bertemu. Hujan-hujanan. Kutunggu....
Kata-kata itu dikirimkan Dewo di satu siang. Sebuah janji
untuk bertemu kembali. Dan di sinilah Lyla, selama tiga puluh hari menunggu
Dewo.
Hujan telah reda, malam semakin larut. Lyla lagi-lagi
menelan kekecewaannya. Dewo tak datang.
Kenapa kau dustai aku, Dewo!
~-~
Sudah tiga hari Lyla berdiam diri di kamar. Sejak malam itu
ia terserang demam. Hari ini ia berencana untuk kembali menunggu Dewo. Langit
lagi-lagi mendung.
Semoga ini waktu yang tepat.
Lyla mengernyit tak percaya dengan apa yang ia baca. Sebuah
tulisan yang di beranda akun fesbuk
Dewo. Selama ini tak ada coretan apapun yang tertuang di sana semenjak
pertemuannya sebulan yang lalu. Lyla terus mengulirkan jempolnya. Membaca satu-persatu
kiriman di beranda
Selamat Jalan Dewo,
Semoga kau tenang di
sana.
Hujan seketika turun dengan derasnya.